Sendiri Saja


Hasil gambar untuk sendirian


Pernahkah kamu merasa ingin sendiri saja, ingin sepi, sunyi, dan menikmati kehampaan malam seorang diri? Pernahkah terlintas dibenakmu bahwa orang-orang lain hanya penggagu yang akan merusak ketentraman harimu? Pernahkah kamu merasakan seperti yang saya rasakan saat ini, hati yang merusuh, linglung, dan keinginan yang hebat untuk menikmati malam sendiri, sendiri saja. Sembari merasai angin yang berhembus, mengepulkan asap dari lintingan tembakau serta memandangi langit yang hitam, luas dan bertabur bintang?

Malam adalah teman yang setia, meski kadang kurang ajar. Tinggal kita menerka-nerka, cukupkah rokok dan kopi yang ada untuk menemani kami, saya dan malam untuk saling bercakap-cakap. Iya, kami kan bercakap-cakap dengan bahasa yang hanya kami pahami sendiri. Barangkali seperti fiman Tuhan yang Jibril hembuskan kepada nabi-nabi. Apapun itu, saya akan bercerita tentang perkuliahan yang membosankan, cinta yang tak kesampaian, rutinitas yang menejumukan, berita-berita provokatif dan syarat kepentingan politis yang tersebar di teve-teve.
Semakin dewasa makin saya sadari, malam adalah pendengar yang baik. Tak henti saya berkeluh tentang kepeningan-kepeningan yang bersarang di kepala saya. Rasa tak nyaman saya pada Bapak-Mama, motor yang hilang dicuri setelah beberapa bulan yang lalu juga saya hilangkan smarthphone pemberian mereka. Semuanya.
Dipikir-pikir repot benar hidup di dunia ini. Dahulu sekali pernah saya berpikir bahwasannya menjadi dewasa adalah sesuatu yang menyenangkan. Setidaknya dalam pikiran saya dulu menjadi dewasa akan terbebas dari ‘kekangan’ orang-orang yang lebih tua. Bekerja, mendapat uang sendiri tanpa pernah berpikir bagaimana susahnya.
Lain dulu lain sekarang, jika sudah begini ingin rasanya kembali ke masa kanak kembali. Bermain dengan riang, bercita-cita menjadi presiden dan tak tahu repot memikirkan biaya sewa kos, makan, dan cicilan utang di warung kopi sebelah. Tak perlu pusing-pusing memikirkan revisian tugas atau laporah lainnya. Apalagi masalah uang bulanan yang habis sebelum waktunya, sebab dahulu ingin ini-itu hanya tinggal menadahkan tangan kepada Mama, merajuk kalau perlu. Rasa-rasanya bebas sekali kala itu. Bermain, bermain saja. Tak ada yang lebih mengerikan selain dari ancaman neraka yang di dongengkan oleh Mama sebelum tidur serta omelan Bapak yang dikarenakan pulang terlalu maghrib.
Entah, marak belakangan ini saya merasai betapa orang-orang hanya menjadi neraka bagi saya, bagi kesendirian dan ketentraman sunyi yang saya nikmati. Mereka menajadi seorang yang merusak hari saya, jarum di tengah kasur yang mengganggu ketentram mimpi-mimpi malam.
Rasa-rasanya ingin sendiri saja. Menepi dari kegaduhan yang tak habis-habisnya di pentaskan dalam dunia ini. Menepi dari suatu apapun. Menepi, menepi, sendiri saja. Dan seperti yang dikatan Sarte; other is hell!

Post a Comment

0 Comments