Madura Dari Belakang



Hasil gambar untuk wallpaper madura
sumber: http://madura-ku.blogspot.co.id
Madura, mendengar kata tersebut barang tentu yang terlintas pada benak  sebagaian besar dari kita adalah sebuah pulau yang terletak di seberang pulau jawa bagian timur, panas kerontang, miskin, pedagang sate, tukang becak, pengepul besi bekas, carok dan kebudayaan karapan sapi yang dibangga-banggakan oleh penduduknya. Sayang, dari banyak streotip yang tersebar luas mengenai Madura, baik mengenai penduduk atau sukunya maupun kebudayaan dan wilayahnya. Penilaian-peniliaian negatif justru lebih dominan mewarnai benak masyarakat umum.
Ungkpan-ungkapan seperti,
“orang Madura serem-serem, suka bikin onar”
“Madura panas, orangnya dekil-dekil”
“Madura terbelakang, pendidikannya enggak maju. Orang-orangnya kalau enggak jadi tukang sate ya jadi kuli” dan masih banyak penilaian-penilaian buruk yang lain mengenai Madura.
Memang , banyak orang lupa bahwasannya tak kenal maka tak sayang dan seperti yang orang Inggris katakan;  don’t judge the book by it’s cover. Sebuah hal kecil yang perlu diingatkan kembali pada orang-orang yang masih memandang Madura dengan tatapan yang merendahkan. Orang-orang yang menilai sesuatu hanya dari luarnya saja. Orang-orang yang menyimpulkan sesuatu hanya dari pengamatan sekilas tanpa mendalami apa yang sebenarnya terjadi.
Amat disayangkan, kebudayaan-kebudayaan serta adat istiadat orang Madura yang unik, menarik, serta patut untuk dijadikan teladan malah tenggelam dalam streotip mengenai Madura yang kasar, rusuh, berpendidikan rendah dan sebagainya. agaknya peran media sedikit banyak mempengaruhi maindset orang-orang mengenai Madura. Tak sedikit film-film yang menggambarkan orang Madura sebagai seorang udik yang terbelakang dalam perkembangan zaman. Tak jarang pula sinetron-sinetron di pertelevisian negeri ini menggambarkan orang Madura sebagai pencopet, jambret, preman dan peran-peran lain yang menonjolakan kekerasan. Hal-hal semacam itulah yang semakin menguatkan penilaian negatif khalayak umum mengenai Madura dan kehidupannya.
Padahal kalau mau sedikit merendah hati dan mengenal Madura serta orang-orang di dalamnya. Kesan negatif yang telah mendoktrin dan seolah turun temurun itu kemungkinan akan terganti dengan pandangan yang lebih menghargai. Ambil saja contoh kecil tentang tata cara meletakkan korek dan rokok. Ini hal kecil, namun riskan dan mendalam bagi pergaulan keseharian di lingkungan lelaki Madura. Jika seseorang mengeluarkan sebungkus rokok, sedang korek di posisikan di atasnya. Hal tersebut menandakan kalau rokok yang dikeluarkan tidak untuk ditawarkan kepada orang lain. Dan etika yang berlaku adalah tidak diperkenankannya orang lain untuk meminta dan mengambil sebatang rokok pun pada orang tersebut, meskipun diperkenankan.
Pernah pada suatu waktu saya ditegur karena menawarkan rokok kepada orang lain dengan posisi korek di atas bungkus rokok. Digeplak kepala saya, dan dimulailah sebuah khutbah singkat yang disebabkan oleh posisi antara korek dan sebungkus rokok. “jangan bikin orang repot, buat ngambil rokokmu apa harus mindah-mindah korek dulu?”
Masalah kecil memang, namun hal yang berkaitan dengan tata krama sangat di junjung tinggi oleh orang Madura. Kebanyakan dari orang Madura adalah orang-orang yang religius. Ini tak lepas dari peran pondok pesantren yang tumbuh subur di sepanjang pulau ini. Anggapan yang tumbuh di sebagian masyarakat Madura adalah ilmu agama lebih penting dari segalanya. Tak jarang orang tua lebih memilih untuk melanjutkan study anak-anaknya setelah lulus sekolah dasar ke pesantren salaf. Pesantren yang hanya memfokuskan pelajaran pada pelajaran agama saja, pesantren yang enggan pada modernisasi dan tetap bertahan dengan sistem yang sudah diterapkan sejak dahulu.
Sekolah-sekolah umum lebih dikesampingkan ketimbang pendidikan agama. Orang Madura berpegang pada sebuah prinsip yang menyatakan jika seseorang telah mendapatkan ilmu agama, maka ilmu yang lain akan datang dengan sendirinya. Entah bagaimana caranya, tapi keyakinan ini masih dipegang teguh oleh mereka hingga saat ini.
Selain dari itu semua, hal lain yang unik dari orang Madura adalah keberadaan mereka yang hampir bisa kita temui di berbagai daerah. Merantau sudah menjadi bagian dari kehidupan orang Madura. Di samping keadaan gografis yang mendorong mereka untuk merantau, kemauan dan tekat kerja keras orang Madura juga patut di acungi jempol. Pernah saya temui kasus TKW dari Madura yang berangkat ke luar negeri hanya dengan bekal pengetahuan rumah tangga saja, tanpa sedikit pun mempunya kemampuan berbahasa asing. Kurang patut memang, tetapi untuk keberanian dan kenekatannya bisa dijadikan inspirasi untuk orang-orang yang selalu ragu dan takut menjalani apapun.
Orang Madura di perantauan menyandarkan hidup dengan berbagai macam mata pencaharian. Dengan pendidikan umum yang pas-pasan, kebanyakan dari mereka melakoni pekerjaan-pekerjaan kasar. Seperti buruh, kuli bangunan, penarik becak dan lainnya. Dengan motto yang penting halal, mereka tak pernah merasa malu dengan pekerjaan-pekerjaan semacam itu. Solidaritas orang-orang Madura cukup tinggi. Hubungan antar kerabat, saudara sahabat terasa begitu intim. Jadi tak heran walaupun jauh, saudara akan tetap dicari keberadaannya untuk tetap menyambung tali hubungan yang erat.
Sebetulnya banyak kebiasaan orang Madura yang bisa menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat luas, bukan hanya mengenai tata krama, relgiulitas, semangat bekerja dan ikatan persaudaraan yang kuat, akan tetapi masih banyak hal yang sayangnya orang-orang terlalu terpaku pada penilaian Madura yang jauh dari kata baik. mereka seolah tak mau tahu mengenai banyak hal dibalik penilaian buruk yang telah tertanam di otak mereka sekian lama.
Padahal yang saya ketahui untuk menilai sesuatu tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja. Melihat sesuatu tak hanya dari depan, tapi juga dari belakang, samping, luar dan dalam.  Begitu juga dengan menilai Madura dengan suku dan kebudayaannya. Madura yang keras, dekil, dan berpendidikan rendah juga memiliki sisi positif yang saya rasa dapat membalikkan strotip buruk mengenainya.
Sekali lagi, bukankah untuk menilai suatu hal kita harus membuka mata kita lebar, hati kita lebih luas agar semakin mengerti kebenaran yang terjadi? Dan masalah Madura, sesakali mari kita lihat Madura dari sudut pandang yang berbeda. Madura dari belakang, misalnya.

Post a Comment

0 Comments