Kemana
perginya mahasiswa belakangan ini? Lama tak terdengar gaung suara mereka dari
toa-toa dengan semangat yang membara. Sekalinya terdengar hanya riuh rendah,
berkoar lalu hilang ditelan waktu. Sudah aksi, ditemui, diberi janji lalu
pulang seolah saja misi telah tercapai sehingga banggalah mereka dengan gelar
yang diklaimnya; aktivis.
Hal ini
menimbulkan banyak tanda tanya, lebih-lebih pada masyarakat awam. Sebagian dari
mereka mulai menanyakan kualitas mahasiswa yang ada saat ini. Pergerakan mereka
yang mandek semakin menumbuhkan ambigu yang berkembang. Adakah kemandekan
pergerakan mahasiswa ini disebabkan kemajuan dari pemikiran mereka, dimana
telah ditemukan solusi yang lebih tepat untuk menyampaikan aspirasi selain turun
ke jalan. Atau kemandekan ini merupakan cerminan dari lemahnya daya berpikir
kritis mahasiswa, ditambah lembeknya mereka dalam memandang suatu permasalahan.
Atau karena tak adanya sosok penggerak yang mampu membangun optimisme
mahasiswa-mahasiswa lainnya?
Jika demikian
adanya, tentu anggota FPI lebih mbois
ketimbang mahasiswa saat ini. Siapa memungkiri? Kenyataannya mereka lebih
berani untuk beraksi, suara mereka lebih didengar dan gerak-gerinya lebih
menjadi sorotan ketimbang aksi-aksi mahasiswa yang terjadi belakangan ini.
Terlepas dari
kepentingan apapun yang berada dibaliknya. Pergerakan massa FPI ini memang cukup
untuk mengundang decak kagum. Kita semua tahu aksi 212 yang diserukan FPI
dilakukan dengan ciamik. Bandingkan dengan aksi 121 yang dilakukan oleh BEM
seindonesia, rasanya aksi yang dilakukan FPI lebih terdengar gemanaya ke
seantero negeri dibanding dengan aksi yang digelar oleh aliansi BEM
se-Indonesia itu.
Sebagai seorang
awam tentulah apa-apa yang ada dibalik layar dari setiap aksi-aksi FPI tersebut
kurang dimengerti. Namun, terlepas dari itu semua, tak bisa dielakkan betapa
cakapnya penggerak yang memotori aksi tersebut. Karena gerakan merekalah kasus
yang mulanya banyak disepelekan orang menjadi kasus yang besar dan memiliki
banyak pengaruh di berbagai bidang. Seolah saja disetiap aksinya mereka banyak
membuka kesadaran orang mengenai keteledoran, kesalahan, dan kesembronoan yang marak terjadi. Hal-hal
yang salah namun saking dari biasanya menjadi suatu yang pelan-pelan dimaklumi.
Hal inilah yang membahayakan, dan gerakan yang dilakukan FPI banyak menyadarkan
masyarakat dari bahaya ini.
Sementara FPI
tengah naik daun, apa kabar mahasiswa Indonesia? Apa kabar mahasiswa UTM
khususnya? Bukankah mahasiswa UTM tengah berbenah dan setengah mati tak mau
dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan mahasiswa kampus lainnya?
Mugkin inilah
saatnya kalangan mahasiswa untuk berbenah. Saatnya berkaca, intropeksi diri,
apa yang salah dari mahasiswa saat ini sehingga tak lantang lagi suaranya
menggugat, tak tajam lagi jarinya menuding. Saatnya mengoreksi kembali
langkah-langkah yang telah diambil kemarin untuk dijadikan pelajaran di hari
selanjutnya.
Mahasiswa UTM
pun demikian. Sudah bukan waktunya lagi ribut-ribut mengenai warna golongan.
Entah kuning, entah hijau toh jika benar mengusung kepentingan rakyat pasti
akan selaras. Masalah yang perlu diselesaikan pada aktivis UTM adalah masalah
fanatisme yang berlebihan. Hal ini biasanya amat mencolok di kalangan
kader-kader muda setiap golongan. Kebanggaan, prestis, ego, dan sifat labil yang
masih ada dalam diri mereka adalah faktor yang menjadi penunjang.
Jika
aktivis-aktivis dari kampus ksatria Madura tersebut masih berkutat pada masalah
prestis golongan, kapan kemakmuran rakyat menjadi priorotas terdepannya? Mbok ya jika terus-terusan seperti ini,
kapan output UTM bisa diperhitungkan? Kalau terus begini mau dibawa kemana
trifungsi mahasiswa? Kalau terus-terusan begini apa kata dunia? Masa iya
mahasiswa kalah mbois dibanding
anggota FPI yang pernah menerima banyak kecaman itu?
Sambil ngawur. Jakarta, 23 Januari
Hidup Mahasiswi :*
7 Comments