Kecap Nomer Satu


Kecap Nomer Satu
Penerimaan mahasiswa baru di setiap universitas telah dilaksakan. Itu tandanya telah masuk mahasiswa baru dari berbagai daerah dengan berbagai latar belakang dan tujuan ke dalam lingkungan kampus. Di Universitas Trunojoyo Madura sendiriri, setidaknya telah diterima sekitar dua ribu delapan ratus mahasiswa baru, baik mereka yang masuk dari jalur SNMPTN, SBMPTN, maupun mandiri.
Dua ribu delapan ratusan manusia pra dewasa masuk ke dunia baru tanpa mengerti sedikit pun seluk beluk dunia barunya itu. Sebut saja polos, atau tak tahu apa-apa, atau apa saja yang sejenis. Jangankan sistem, kegiatan dan hal-hal yang mendalam di tubuh kampus. Bahkan nama dan jalan ke satu gedung ke gedung lainnya mereka belum tahu benar.
Oleh sebab itu, jalan yang banyak ditempuh oleh sebagian besar mahasiswa baru adalah dengan bertanya ke senior yang telah dikenal, atau yang sok kenal, atau yang belum kenal dan mencoba kenalan. Bertanya tentang kehidupan kampus, kegitan-kegiatan kampus, dosen yang baik hati dan yang harus diwaspadai, sampai ke lokasi kantin dengan harga gorengan dan nasi pecel termurah seantero kampus. Mahasiswa baru memang butuh pembimbingan, dan mahasiswa lama butuh kesempatan, kenalan dan perhatian.
Datangnya kesempatan yang seperti ini tentu tidak akan di sia-siakan oleh para mahasiswa lama (senior) untuk meraup perhatian dan respect dari generasi-generasi baru yang polos. Barangkali dengan demikian beberapa hajatnya bisa terrcapai dengan mudah. Seperti pemutusan status jomblo dan pengisian hati. Atau kepentingan organisasi yang di naunginya, terlebihnya organisasi yang berasal dari luar kampus.
Dan benar, banyak senior yang dikira dan merasa dirinya tahu segalanya mengambil kesempatan seperti memancing di air yang keruh dan dalam keadaan yang sempit. Kebanyakan dari mereka akan memberikan informasi dengan gayanya yang sok keren dan sok cool. Setengah berharap pada pepatah sekali dayung dua, tiga pulau terlampaui. Ada banyak maksud yang terselubung di balik keramahan dan kesudiannya menghabiskan waktunya untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan mahasiswa baru yang nggak rebel,blas.
Mungkin kepentingan yang paling umum adalah kaderisasi. Seperti yag telah diketahui, banyak dari senior-senior tersebut yang menjadi kader dari salah satu organisai ekstra kampus. Oleh karena itu, tak jarang para mahasiswa digiring pikirannya agar searah serta membenarkan visi – misi organisasi senior tersebut. Diberiknnya retorika-retorika asing yang tak mereka pahami, sehingga dengan keluguannya para mahasiswa baru hanya mengiya-iyakan saja.
Para senior berlomba-lomba menarik para mahasiswa baru dengan rayuan sehalus dan semanis mungkin. Mereka saling mengklaim organisasi yang menaunginya sebagai organisasi yang paling baik, organisasi yang paling jelas, yang paling menyenangkan dan mempunyai pengaruh yang besar di kampus. Biasanya saat bagian ini mereka begitu fasih menjelaskannya, persis seperti sales yang tengah menawarkan suatu produk kepada calon pelanggannya.
“jadi disana nanti kamu bakal di rangkul jadi saudara, dik”
“organisasi kita nggak dikendaliin sama satu partai politik, kok, dik.  Jadi kamu jangan takut”
“Cuma organisasi ini yang sesuai sama nilai pancasila, enggak Cuma berpatokan sama nilai-nilai agama saja, tapi juga kelingkungan dan kebudayaan, dik”
“pokoknya organisasi ini paling top deh, nomer satu”, iya. Hampir semuanya mengaku sebagai organisasi yang paling baik, organisasi paling top dan nomer satu. Jika demikian saya ingat pada iklan-iklan produk kecap di negeri ini. tak ada kecap nomer dua. Semuanya mengklaim produknya sebagai kecap nomer satu, entah itu nomer satu di kelasnya, nomer di Indonesia, nomer satu di Jepang, Amerika, dunia ataupun akhirat. Intinya semua kecap nomer satu, tak ada yang mau di nomer duakan.
Bahkan, saking dari semangat menomer satukan organisasinya, beberapa dari mereka malah merendahkan organisasi yang lain. Mencemarkan nama pesaingnya di hadapan para mahasiswa baru yang masih tak tahu apa-apa tentang masalah perpolitikan di lingkungan kampus. Dan seperti yang telah direncankan, para maba yang polos hati dan pikirannya itu sedikit-sedikit terpengaruh akan doktrin dari senior itu. Sebagian bergabung dengan organisasi seniornya, dan membenci organisasi lain sebab ajaran atau dogma yang telah disampaikan sang senior dengan penjelasan yang amat meyakinkan.
Melihat kenyataan-kenyataan itu saya teringat pada ungkapan betapa kejamnya politik. datang hanya untuk menghantam. Tikam dari belakang, lawan lemah di terjang seperti yang tersenandung dalam sepenggal lagu Sumbang karya Iwan Fals. Ataukah politik memang sebegitu kotornya seperti yang di utaran Soe Hok Gie; tak ada moral dalam politik. bagi saya politik adalah barang kotor, lumpur–lumpur yang kotor. Tetapi pada suatu saat dimana kita tidak bisa menghindarinya, maka terjunlah.