
Di
pelabuhan yang dingin dan sepi
kami
berbincang. Aku, Roy dan beberapa
orang
yang jengah dengan suasana malam di kamar kost
pergi
melepas jenuh menemu gelombang Selat Madura
Udara
yang mendesir pelan mencabik kulit
tetapi
kopi punya kemagisan tersendiri
ia mengerti
otak dan hati kami
dalam
dingin pada malam di kota yang semati ini.
lampu-lampu
neon di kota seberang
membuncah
ke langit malam,
surutlah
gulita terang menyepuh berada..
Dan
merah langit yang mengadu hilang
pindah
serta ketemu di leher-leher gadis perawan.
Ku usap
dadaku sendiri, ku usap setelah gelap
menampakkan
para lelaki yang mengusap dada wanitanya.
Semakin
larut malam kian menggairahkan,
gerimis
yang jatuh mempererat pelukan.
Kini,
tinggalah sunyi, sunyi. Dan irama nadi
serta
hela nafas yang samar terdengar
Di lain
sisi tiga lelaki lugu termangu
menatap
lautan dan bertanya dalam benaknya;
masihkah
tersisa perawan di dunia ini
untuk
sekedar melepas masa perjaka?
Aku, Roy, dan kawanku
di Pelabuhan Timur malam ini...