Mencoba Menjadi Orang Baik: Bersyukur

Hasil gambar untuk univ trunojoyo
landmark kebanggaan UTM  (setelah proses editing tentunya)

Orang yang baik adalah orang yang pandai mensyukuri ketetapan Tuhan yang telah di berikan kepadanya. Maka dari itu, izinkanlah saya untuk kali ini  mencoba menjadi orang yang baik dengan mensyukuri segala yang telah Tuhan tetapkan pada saya. Baiklah, yang pertama perkenankan saya bersyukur karena bisa ngampus di Universitas paling ‘mewah’ (baca; mepet sawah) se-Madura. Saya bersukur karena gagal masuk universitas-universitas yang top, jempolan dan ternama seperti UI, UGM, UB, Unair dan lain sebagainya. Karena jika saya masuk ke perguruan-perguruan tinggi seperti yang telah di sebutkan barusan, takut-takut saya menjadi sombong, tinggi hati dan memandang mahasiswa-mahasiswa yang ngampus di universitas paling mewah se-Madura ini dengan pandang merendahkan. Mungkin saya akan benar-benar sombong sampai berpikir kalau mereka yang berada di Universitas pinggiran ini hanyalah kaum-kaum gagal. Orang-orang yang kurang usaha dan kemampuannya untuk ngampus di universitas yang lebih keren dan ternama. Sehingga meraka jauh dan tak selevel dengan saya yang andai saja keterima ngampus di salah satu universitas jempolan yang telah disebutkan di atas.
Yang kedua saya bersyukur karena saya di pertemukan dengan orang-orang yang unik, baik dikost maupun di kampus. Semakin dewasa, semakin luas pergaulan, semakin saya menyadari betapa beragamnya manusia dan sifatnya. Seperti kata pepatah Madura ajhem separah tak padeh bulunah   ayam yang bahkan berada satu lumbung akan berbeda warna bulunya, apalagi manusia. Beda orang beda sifat, jelas! Untuk Tuhan yang maha baik, sekali lagi saya tak habis mengucap syukur telah dipertemukan dengan teman kost yang tak mau berbagi namun selalu meminta. Di lingkungan kost, kami menyebut makhluk yang seperti itu dengan kode kucing garong. Entah, apa alasan Tuhan menciptakan manusia dengan sifat yang seperti itu. Mungkin Tuhan setangah bercanda hendak menguji kesabaran orang-orang baik seperti saya. Atau entah apalah.
Jelasnya, dewasa ini saya banyak memahami bagaimana dari keberagam orang-orang tersebut yang harus saya lakukan adalah menyesuaikan diri. Bagaimana kita bisa melihat situasi dan kondisi adalah menjadi sesuatu yang penting. Seperti saat menghadapi anak-anak bendera yang kadung tergila-gila dengan organisasinya, yang perlu kita lakukan kepada mereka hanya satu; memujinya. Bukan munafik, hanya mencoba untuk menyesuaikana saja, sebab orang-orang yang kadung fanatik tak akan mau menerima segala apapun yang dirasa menyalahkan golongannya, tak mau dikritik, gelap mata. Maka biarlah ia terus tolol dalam kebanggaannya, sebab orang yang telah menutup telinga dari kebenaran hanya akan menemui kegelapan.
Sungguh, sebagai makhluk Tuhan yang mencoba baik saya selalu berusaha bersyukur, juga senantiasa bersabar mendengar gunjingan orang-orang yang menggoblok-goblokkan saya sebab masuk ke kampus yang nggak keren ini. Juga ketika saya memilih untuk tidak masuk OMEK sebab lebih memilih masuk kedalam persaudaraan yang katanya sesat, penuh praktik pencucian otak, bibit Dajjal dan tak menawarkan masa depan yang cerah sehingga sekali lagi saya digoblokkan oleh teman-teman yang sudah bernaung dibawah kibaran bendera hijau, kuning atau yang lainnya.
Saya berusaha tersenyum dan tidak menyerang balik mereka, sebab sebagai makhluk Tuhan yang berada dalam fase mencoba menjadi baik, membuka kebusukan golongan di depan kadernya yang masih polos sebab amarah dan mengandung unsur personal dalam diri saya adalah suatu kekeliruan. Maka saya senyum saja, geli mendengar mereka membangga-banggakan organisasinya. Sebab setelah saya piker-pikir memang tak ada salahnya jika mereka memiliki kebanggan pada oraganisasi yang diikutinya.
Mensyukuri pemberian Tuhan memang tak semudah berkata Alhamdulillah belaka. bersyukur tak beda dengan iman, harus dari hati. Bukan hanya ungkpan belaka, namun juga penerapan syukur juga harus diterapkan pada hal-hal lainnya sehingga tertanam pada diri apa yang disebut sebagai sifat qonaah.
Sulit memang untuk menjadi orang baik, namun seperti yang dikatakan guru saya, Gusti Allah mboten sare Tuhan tak pernah tidur. Dia maha adil, janjiNya siapa yang besungguh-sungguh maka akan berhasil. Toh bukankah sudah disepakati bersama, hasil tak akan mengkhanati prosesnya. Niat saya sudah teguh untuk menjadi orang yang baik, orang yang pandai bersyukur. Semoga tak ada setan-setan yang membengkokan niat suci pemuda manis yang unyu-unyu ini.
Aamiin.
 

Post a Comment

0 Comments