
kepada Shelly
Masuk
bulan Oktober, Shell. Barangkali sudah puluhan purnama ku lewati hari tanpa
kepastian akan jawab rasaku padamu. Kini, aku seperti rakyat Indonesia yang terbuai angan-angan dan mimpi terdahulu
tanpa pernah menemu pasti, kapan mimpi itu bisa terjadi. Ataukah mimpi hanyalah
tinggal mimpi, bunga tidur, imajinasi yang tak mungkin terealisasi? Duh, jika
demikian harus kemana akan ku bawa rasaku ini padamu, Shell?
Kau yang
manis terbayang selalu di pelupuk mata, terbuka maupun terpejam hanya
bayang-bayangmu yang selalu ada, tak hilang dan seolah menari dengan bebasnya
di dalam kornea. Hadirmu dalam benakku, shell.. persis seperti kasus-kasus
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjangkiti negeri ini, yang bagai penyakit
kronis dan tak menemu obat penawarnya sehingga terus tumbuh dan berkelanjutan.
Lalu, apakah nasibku akan serupa dengan kemalangan yang menimpa negeri ini,
Shell? Sungguh, semoga tidak!
Shelly,
Shelly pemataku. Apalah yang terjadi dengan diri ini? Rindu yang bersemayam
dalam hatiku tak habis-habis bagai tunawisma yang menggantungkan hidupnya di bawah
kolong-kolong jembatan. Mereka selalu ada meski petugas keamanan galak merazia.
Menggelandang mereka ke balai-balai penampungan dan panti-panti sosial. Mereka
senantiasa diburu, diburu namun tertangkap satu tumbuh seribu. Demikianlah
rinduku padamu, Shell. Tidakkah sekalipun kau merasa?
Mari
sayangku, sedetik saja mengerti keadaanku. Janganlah acuhkan rasaku, janganlah
angkuh dan tiada mempedulian diriku. Cukupkan saja para penguasa yang memiliki
sifat semacam itu pada rakyatnya, kau padaku jangan, jangan!
Shellyku,
sayang. Aku mencintaimu lebih dari orang-orang tamak mecintai dunia dan hal
matrealis lainnya. Sesuci sajak para penyair, kasih yang ku beri tulus murni.
Kau tak perlu ragu akan hal itu sebab aku bukanlah calon legislatif yang
bermanis-manis janji belaka. Aku adalah lelaki, Shell.. lelaki yang tak habis
merindui kamu. Mencintai kamu.
Kau yang
ku aminkan dalam doa panjangku, kau yang ku titipkan salam pada angin dan
kerlip bintang malam, kau yang ku bawa selalu dalam hatiku. kau, Shell.. racun
yang manis ku hisap. Yang telah mendarah daging dalam tubuhku dan mengalir
sepanjang urat nadiku.
Mari
sayangku, ulurkan tanganmu, sediakan hatimu untuk aku bersandar dan berkeluh
kesah. Iringilah aku berjalan menyusuri hidup di negeri yang subhanallah lucunya. Terimalah rindu dan
sambutlah cintaku yang hangat mengetuk pintu jiwamu.
Shelly,
pintaku mengertilah engkau, kemudian sampai disini ku cukupkan surat yang
menggelikan dan ku rasa akan membuatmu ingin muntah ini. Semoga bahagiamu
senantiasa terasa. Selamat tidur, aku rindu kamu.
Dariku, yang mengagumimu