Dulu sekali, selain ingin menjadi Power Rangers saya juga
pernah bermimpi menjadi seorang bintang pesepak bola dunia. ya, seperti Ronaldo
atau David Beckham lah. Dipuja-puja penggemar. Masuk siaran televisi dan
ditonton masyarakat dunia saat berlaga di lapangan. Saat itu yang saya pikirkan
jika menjadi pemain sepak bola pasti akan terkenal. Sehingga orang-orang akan
banyak mengenal saya. Jangankan orang sekampung, orang sejagad raya pasti tahu siapa
saya. Begitulah mimpi saya ketika duduk di bangku sekolah dasar. Polos sekali
serta terkesan lugu dan konyol.
Tetapi entah bagaimana tiba-tiba saya lebih menginginkan jadi tentara saja. Cita-cita menjadi pemain sepak bola lenyap ketika melihat sekompi tentara dengan gagah berperang di televisi. Menghabisi musuh, membawa senjata, berjalan dengan tegak, gagah perwira dan pulang membawa kemenangan.
Bagi saya menjadi tentara itu keren. Pulang dari medan laga
dan menjadi pahlawan. Apalagi, kata paman menjadi tentara adalah pekerjaan
paling nyaman, tidak perlu kuliah lama-lama, lulus SMA langsung mendapat gaji dan
mudah mencari jodoh. Sekali lirik, ah, wanita mana berani menolak. Mendengar
hal itu, bukan kepalang ingin cepat-cepat saya jadi tentara.
Kemudian, semakin dewasa pelan-pelan saya sadar. Menjadi
tentara untuk orang seperti saya sangatlah tidak dianjurkan. Selain postur tubuh
yang ada dibawah 160 cm, kondisi badan yang gampang masuk angin dan
mencret-mencret juga menjadi penghalang mencapai mimpi jadi tentara. Kondisi
itulah yang mau tidak mau mengharuskan saya mencari cita-cita lain.
Sampailah akhirnya saya dengar kabar kalau menjadi Pegawai
Dirjen Pajak gajinya amatlah berlimpah. Setengah mati tergiur rasanya akan itu.
Tidak perlu memiliki postur tubuh yang menjulang, asal sehat jasmani rohani dan
menguasai perihal perpajakan membuat saya makin PD akan mimpi itu.
Oleh karena dorongan dari cita-cita tersebut. Saat masuk SMA
saya tak ragu-ragu mengambil jurusan IPS. Saya mulai giat belajar. Tujuan saya
masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), mengambil konsentrasi pajak dan
berdinas di Dirjen Pajak. Kemudian hidup makmur sejahtera, membeli rumah, mobil
dan menikah lalu punya tiga anak. Mimpi yang begitu manis.
Namun, tiga tahun berselang mendalami ekonomi dan akuntansi
ternyata belum cukup mengantar saya masuk ke STAN. Planning masa depan saya kacau. Meski demikian saya mencoba tenang
sampai akhirnya teringat akan mimpi cadangan. Mimpi yang nyaris saya lupakan,
mimpi menjadi seorang pengusaha. It’s ok,
not so bad. Baiklah, pelan-pelan
keinginan menjadi pegawai perpajakan saya hapus. Usia makin bertambah, dan saya
harus fokus dengan mimpi yang sudah saya pilih. Menjadi pengusaha, pengusaha
muda tepatnya.
Kebetulan keinginan saya ini tidak lepas dari seseorang yang
pernah memberi saya motivasi. Pekerjaan
paling enak itu jadi pengusaha. Tidak peduli besar atau kecilnya usaha yang
dijalani. Selama itu usaha kita, kita tetap yang jadi Bossnya. Pak Jokowi dulu
juga pengusaha, sekarang malah jadi presiden, ungkapnya dengan bersemangat.
Dipikir-pikir benar juga. Siapa tahu dengan menjadi
pengusaha saya juga bisa jadi presiden negeri ini. Tetapi, rupanya ada satu
masalah. Bagaimana saya bisa membuka usaha kalau modal saja tak punya dan
kemampuan berbisnis tak ada? Modar! Oke, simpan saja dulu mimpi jadi pengusaha
atau menjadi presiden. Kata orang cari modal dulu yang barokah baru buka usaha.
Subhanallah paringi sabar ingsun
Jika begini apa mau dikata. Rasanya saya mulai takut untuk
bermimpi terlalu tinggi meski Soekarno pernah berkata, Bermimpilah setinggi langit, hingga apabila kau jatuh kau akan jatuh
diantara bintang-bintang. Agak dilema rasanya memahami frasa yang penuh
motivasi tersebut.
Sebab saya sudah bermimpi setinggi langit, tinggi sekali.
Kemudian saya jatuh dan itu sakit, tak ada jatuh yang tak sakit, termasuk jatuh
cinta sekalipun. Lalu jika Soekarno bilang jatuhnya mimpi itu diantara
bintang-bintang. Barangkali beliau lupa, ada apa diantara bintang-bintang?
Bukankah diantara bintang-bintang itu hanya ruang kosong yang gelap, dingin dan
hampa?
Hanya allah yang tahu. By
the way saya butuh cita-cita untuk saat ini. saya butuh saran akan mimpi
yang sedikit realistis. Ada yang bisa memberi solusi? Dan satu lagi, sejak
kecil saya tak pernah sudi menjadi polisi negeri ini. Jangan sarankan saya
menjadi polisi, lagi pula postur tubuh saya tak memenuhi persaratannya. Terima
kasih
Blega damai malam ini
Bersama tugas yang tak
juga tersentuh
Rabu, (rasanya aku
butuh kamu), 5 juli 2017
2 Comments